Sejak Kapan dan Mengapa Tahun Ajaran Baru Dimulai bulan Juli, kok Tidak Tetap Dimulai Januari Saja?
Sejak Kapan dan Mengapa Tahun Ajaran/Pelajaran Baru Dimulai bulan Juli, kok Tidak Tetap Dimulai Januari Saja?_Pendidikan di Indonesia pada awalnya menetapkan bulan Januari bertepatan dengan awal tahun baru sebagai permulaan tahun ajaran baru dan bulan desember sebagai akhir tahun ajaran. Namun sejak tahun ajaran baru 1979, kebijakan tersebut berubah dengan merombang waktu ajaran baru dimulai pada bulan juli . Hal tersebut di tandai dengan munculnya UU No. 0211/U/1978 yang mengatur tentang pengunduran tahun ajaran baru dan memulainya di bulan Juli dan mengakhiri tahun ajaran baru di bulan Juni.
Adanya pencetusan tersebut tak lepas dari peran Departemen P dan K Menteri Muda Urusan Pemuda (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan) saat itu yakni Bapak Daoed Joesoef. Pak Daoed Joesoef ini menjabat sebagai Mentri Pendidikan dan Kebudayaan di Indonesia sejak tahun 1978 hingga tahun 1983. Tak heran jika beliau mampu menempati posisi tersebut jika melihat dari riwayat pendidikan beliau.
Sebuah pemikiran baru tentunya memunculkan beragam reaksi. Begitu pula dengan kebijakan baru beliau ini. Salah satunya muncul dari Prof Sunarjo SH yang dulunya pernah menjabat sebagai rektor IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Mentri Dalam Negri. Beliau tidak ingin peserta didik dijadikan kelinci percobaan terus menerus akibat berubahnya sistem pendidikan. Ali Sadikin yang dulunya menjabat sebagai gubenur menambahkan bahwa hendaknya mentri tidak seenaknya merubah sistem pendidikan yang ada, dan semua itu konkrit dan benar-benar memiliki dasar hukum.
Menghadapi semua reaksi tersebut, pak mentri ini tetap berjuang menyuarakan pendapatnya dan alasan alasan dibalik pengambilan kebijakan tersebut. Bahkan untuk merealisasikan pengunduran waktu tersebut pak mentri pun juga mengeluarkan kebijakan untuk mengundur kelulusan peserta didik dan mengisi waktunya dengan mengajarkan materi tambahan. Adapun untuk SPP yang menjadi tanggungan wali murid, ada kebijakan untuk menarik hanya 50% dari biaya seharusya.
Nah, sebenarnya apa saja sih alasan pak Daoed Joesoef?
Yuk kita simak alasan beliau mengambil kebijakan ini.
Apa alasan dibalik pengambilan kebijakan tersebut?
1. Tahun ajaran yang dimulai pada bulan januari menyulitkan proses perencanaan pendidikan.
Dengan melihat dari pengalaman sebelumnya, ternyata jika tahun ajaran dimulai pada bulan januari itu kontras dengan akhir tutup buku anggaran. Oleh karena itu kebijakan ini dibuat untuk menyusaikan dengan permulaan tahun dana anggaran.
2. Kebijakan ini juga diambil dengan mempertimbangkan penetapan ajaran baru di luar negeri.
Beliau mempertimbangkan masa depan pemuda-pemudi indonesia yang ingin melanjutkan sekolah ke luar negeri agar bisa melakukan persiapan sehingga tidak membuang waktu terlalu lama.
Tahun ajaran baru di luar negeri tentunya membutuhkan biaya untuk persiapan, mengurus administrasi, dan keperluan lainnya. Nah dengan adanya kebijakan ajaran baru di bulan juli mereka memiliki cukup waktu untuk mempersiapkan itu semua.
Tahun ajaran baru di luar negeri memiliki kebijakan yang berbeda-beda. Misalnya di negara jepang yang memulai tahun ajaran baru di bulan April, Di korea selatan pada bulan Maret dan di Australia di mulai di awal tahun. Nah jika di Indonesia berakhir di bulan juni tentunya untuk persiapannya tidak membuang waktu terlalu lama bukan?
3. Libur panjang pada bulan desember bertepatan dengan datangnya musim hujan
Selain dua hal di atas, salah satu hal yang menjadi pertimbangan beliau adalah dari segi kondisi cuaca di Indonesia. Bulan desember itu bertepatan dengan musim penghujan yang cukup lebat, dan dalam kondisi ini tentunya bisa mengganggu liburan anak-anak. Untuk berlibur keluar kota pun cukup beresiko.
Nah, itu tadi adalah beberapa alasan mengapa tahun ajaran baru di Indonesia di mulai dari bulan juli. Dan kebijakan ini ternyata kebijakan ini masih cukup awet, karena sampai sekarang masih diterapkan.
Bagaimana menurut Anda? Enak bulan Januari atau bulan Juli?. Semoga ini menjadi info yang bermanfaat.
Adanya pencetusan tersebut tak lepas dari peran Departemen P dan K Menteri Muda Urusan Pemuda (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan) saat itu yakni Bapak Daoed Joesoef. Pak Daoed Joesoef ini menjabat sebagai Mentri Pendidikan dan Kebudayaan di Indonesia sejak tahun 1978 hingga tahun 1983. Tak heran jika beliau mampu menempati posisi tersebut jika melihat dari riwayat pendidikan beliau.
Baca juga Nama-Nama Menteri Pendidikan sejak 1945 sampai SekarangPak Daoed Joesoef meraih gelar sarjana fakultas ekonomi UI pada tahun 1956 dan meraih dua gelar doktor di bidang Ilmu Keuangan Internasional tahun 1967 dan Ilmu Ekonomi tahun 1973 dari Universitas Sorbonne, Prancis. Kiprahnya di dunia pendidikan juga dilihat dari keikutsertaan beliau untuk menjadi salah seorang tokoh yang turut andil dalam mendirikan organisasi CSIS (Centre for Strategic and International Studies). Organisasi tersebut memiliki pengaruh yang besar dalam menyumbangkan pemikirannya di era orde baru.
Sebuah pemikiran baru tentunya memunculkan beragam reaksi. Begitu pula dengan kebijakan baru beliau ini. Salah satunya muncul dari Prof Sunarjo SH yang dulunya pernah menjabat sebagai rektor IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Mentri Dalam Negri. Beliau tidak ingin peserta didik dijadikan kelinci percobaan terus menerus akibat berubahnya sistem pendidikan. Ali Sadikin yang dulunya menjabat sebagai gubenur menambahkan bahwa hendaknya mentri tidak seenaknya merubah sistem pendidikan yang ada, dan semua itu konkrit dan benar-benar memiliki dasar hukum.
Menghadapi semua reaksi tersebut, pak mentri ini tetap berjuang menyuarakan pendapatnya dan alasan alasan dibalik pengambilan kebijakan tersebut. Bahkan untuk merealisasikan pengunduran waktu tersebut pak mentri pun juga mengeluarkan kebijakan untuk mengundur kelulusan peserta didik dan mengisi waktunya dengan mengajarkan materi tambahan. Adapun untuk SPP yang menjadi tanggungan wali murid, ada kebijakan untuk menarik hanya 50% dari biaya seharusya.
Nah, sebenarnya apa saja sih alasan pak Daoed Joesoef?
Yuk kita simak alasan beliau mengambil kebijakan ini.
Apa alasan dibalik pengambilan kebijakan tersebut?
1. Tahun ajaran yang dimulai pada bulan januari menyulitkan proses perencanaan pendidikan.
Dengan melihat dari pengalaman sebelumnya, ternyata jika tahun ajaran dimulai pada bulan januari itu kontras dengan akhir tutup buku anggaran. Oleh karena itu kebijakan ini dibuat untuk menyusaikan dengan permulaan tahun dana anggaran.
2. Kebijakan ini juga diambil dengan mempertimbangkan penetapan ajaran baru di luar negeri.
Beliau mempertimbangkan masa depan pemuda-pemudi indonesia yang ingin melanjutkan sekolah ke luar negeri agar bisa melakukan persiapan sehingga tidak membuang waktu terlalu lama.
Tahun ajaran baru di luar negeri tentunya membutuhkan biaya untuk persiapan, mengurus administrasi, dan keperluan lainnya. Nah dengan adanya kebijakan ajaran baru di bulan juli mereka memiliki cukup waktu untuk mempersiapkan itu semua.
Tahun ajaran baru di luar negeri memiliki kebijakan yang berbeda-beda. Misalnya di negara jepang yang memulai tahun ajaran baru di bulan April, Di korea selatan pada bulan Maret dan di Australia di mulai di awal tahun. Nah jika di Indonesia berakhir di bulan juni tentunya untuk persiapannya tidak membuang waktu terlalu lama bukan?
3. Libur panjang pada bulan desember bertepatan dengan datangnya musim hujan
Selain dua hal di atas, salah satu hal yang menjadi pertimbangan beliau adalah dari segi kondisi cuaca di Indonesia. Bulan desember itu bertepatan dengan musim penghujan yang cukup lebat, dan dalam kondisi ini tentunya bisa mengganggu liburan anak-anak. Untuk berlibur keluar kota pun cukup beresiko.
Nah, itu tadi adalah beberapa alasan mengapa tahun ajaran baru di Indonesia di mulai dari bulan juli. Dan kebijakan ini ternyata kebijakan ini masih cukup awet, karena sampai sekarang masih diterapkan.
Bagaimana menurut Anda? Enak bulan Januari atau bulan Juli?. Semoga ini menjadi info yang bermanfaat.